Pandemi global Covid-19 memunculkan pola kebiasaan baru yang mengharuskan kita beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi. Tak dipungkiri, hal ini juga meningkatkan kesempatan kita untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah. Namun, apakah waktu yang kita habiskan di rumah bersama keluarga, khususnya dengan anak-anak yang menginjak usia remaja sudah cukup berkualitas ?
Apa saja yang perlu diperhatikan orang tua untuk meningkatkan quality time dalam mendukung remaja di masa digital learning ini ? Berikut beberapa tips yang dipaparkan Ibu Lanny Herawati, Kepala Pusat Konseling dan Pengembangan Pribadi, Universitas Kristen Petra saat mengisi webinar Quality Time in Supporting Digital Learning yang diadakan oleh SMP Kristen Gloria 2.
Usia remaja memiliki dua tantangan yang timbul dari diri sendiri dan dari luar. Akan tetapi, tantangan VUCA World (Volatility, Uncertainity, Complexity, dan Ambiguity) juga menjadi pergumulan yang dihadapi remaja di usia pertumbuhannya. Sehingga, sangat penting mengajarkan anak remaja untuk memiliki visi yang jelas, keterampilan memahami situasi, dan terbuka mencari kejelasan akan suatu hal.
Kondisi pembelajaran home learning juga pasti membuat remaja merasa bosan karena kehilangan ruang gerak. Remaja juga cenderung merasa cemas, sehingga rentan merasakan stress dan menjadi pemarah. Kesepian juga dirasakan para remaja, karena hilangnya sosialisasi dengan teman. Hal ini menyebabkan adanya kerentanan toleransi pada remaja. Ditambah dengan motivasi belajar yang cenderung menurun saat daring dan meningkatnya kecanduan gadget. Hal tersebut berakibat minimnya sikap kooperatif dan tidak bertanggung jawab pada tugas. Maka dari itu, perlu adanya dorongan untuk meningkatkan motivasi belajar pada anak.
4 Aspek Motivasi Belajar yang dapat dibangun orang tua
- Dorong untuk mencapai sesuatu. Selalu ingatkan tentang tujuan. Agar motivasi bisa digiatkan, bisa dengan dengan sering meningkatkan obrolan tentang tujuan hidup.
- Apabila orang tua mau meningkatkan motivasi belajar, maka perlu mengingatkan tentang komitmen. Komitmen untuk menyadari. Kesadaran untuk belajar, mengerjakan tugas dan menyeimbangkan kehidupan.
- Mendorong anak untuk memiliki ide mengembangkan cara mencapai keberhasilannya yang didasari dengan mengenali dirinya, potensi, dan kerentanannya.
- Memiliki sikap gigih dan pantang menyerah. Perlu sekali membangun resilience / daya lenting.
Resilience / daya lenting adalah proses seseorang untuk bisa beradaptasi. Menjadi individu yang resilien bukan berarti tidak pernah mengalami kesulitan atau stress. Justru sebaliknya, suatu jalan untuk menjadi orang yang resilien adalah dengan sering mengalami tekanan-tekanan emosional yang masih bisa dihadapi. Resilien dapat dikembangkan karena bukan merupakan sifat/trauma.
Bagaimana anak-anak bisa memiliki pribadi yang Resilience ?
Penting adanya keteladanan orang tua agar dapat membentuk anak-anak menjadi pribadi yang resilience. Hal ini dapat diawali dengan ;
- Relasi ayah-ibu yang berkualitas. Lakukan komunikasi dan peeran sesuai panggilan-Nya. Relasi menjadi kunci. Relasi menjadi kuat dengan adanya Kasih.
- Hadapi tantangan secara positif dengan tekun berkarya dalam iman dan pengharapan.
- Membangun mindset positif dengan Firman Tuhan sebagai landasan.
- Membangun kualitas relasi dengan anak. Mengawali dengan MENDENGARKAN. Membangun relasi yang berkualitas dimulai dengan telinga dan hati, dan mengunci mulut lebih dulu.
- Investasikan waktu bagi setiap anak. Beri mereka kesempatan ngobrol (komunikasi), beri mereka kehangatan.
- Emotional bonding orang tua dan anak, melalui sentuhan fisik dan perhatian orang tua sangat dibutuhkan pada anak usia remaja. Anak usia remaja terkadang juga membutuhkan pelukan, dan belaian dari orang tuanya. Selain itu, kepedulian lewat pujian, peneguhan, dorongan, didengarkan, serta diterima juga akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan penuh kepercayaan diri.
- Beri mereka ruang gerak, namun tetap dengan arahan, aturan, peringatan, teguran, hukuman. Melalui ini mereka akan menjadi pribadi yang matang dan keberhasilan hidup.
Bagaimana Peran Orang Tua ?
- Kenali tantangan zaman dan kondisi psikis anak melalui KOMUNIKASI. Tidak hanya sekedar ngobrol, melainkan hadir seutuhnya, mendengar dan mendiskusikan solusi, menghindari tuntutan berlebihan, dan hargai emosinya.
- Membangun lingkungan belajar yang kondusif.
- Lingkungan social, masyarakat-sekolah-keluarga (harmonis dan menghargai-dukungan kasih sayang).
- Memberikan kebutuhan non social – fasilitas belajar daring.
Sekolah Kristen Gloria menyadari pentingnya kerja sama yang kuat antara sekolah dan orang tua dalam membimbing serta mendukung tumbuh kembang anak. Maka dari itu, Sekolah Kristen Gloria senantiasa berupaya membekali guru dan orang tua dalam pembelajaran parenting, seperti yang diungkapkan Ms. Linda Buntoro, Kepala SMP Kristen Gloria 2 saat ditemui dalam webinar Quality Time in Supporting Digital Learning.
“Belajar parenting sangat dibutuhkan untuk kita bersama. Tidak hanya orang tua, namun juga guru sebagai parents di sekolah. Bagaimana menjadi support system, menjadi orang tua yang bisa mendukung anak-anak, memberikan semangat kepada mereka di tengah pembelajaran yang sangat berbeda, bersifat digital ini. Terutama karena pandemi, berbagai hal yang bersifat digital sangat pesat perkembangannya. Maka dari itu, sebagai sebuah Lembaga pendidikan, kita senantiasa berupaya membekali dan belajar secara optimal agar menjadi support system yang sangat baik bagi anak-anak kita, putra-putri bapak ibu, anak didik kami,” tutur Ms. Linda Buntoro.